Senin, 15 April 2013 kemarin, gue dan kedua teman gue mencoba dengan modal 'sok tau' mengunjungi Perpustakaan Nasional, yang terletak di daerah Salemba. Kami bertiga sebagai orang awam hanya berniat mencari pengalaman, ingat. Karna dari dulu gue penasaran banget isinya tuh kayak gimana, apakah buku-buku indah nan gemilau akan berjejer di sana ataukah akan banyak orang-orang bertampang cerdas yang akan berserakan di sana. Maka dari itu, gue langsung aja merencanakan kunjungan ke sana, yak tepat senin kemarin.
Selain mencari pengalaman (baca: main-main) ke sana, gue dan teman gue juga sambil ngerjain tugas kelompok dong. Di lantai satu tepat di tempat yang bernama 'hot spot' kami bertiga menyelesaikan tugas kurang lebih 45 menit. Sebelum sampai di tempat itu, ada hal absurd yang terjadi. Dari awal masuk pagar, kami disambut oleh satpam yang gak jelas.
"Cie seger bener.. Ehem.. Seger banget.." sahut dua satpam aneh yang melihat temen gue membawa minuman dingin.
Karna hal itu gue berpikir seandainya ada bule yang datang, apa yang dia katakan..
"Cie putih bener.. Cie kulitnya putih nih yee.." Begitu kira-kira.
Tanpa memperdulikan mereka, kami langsung menuju ke dalam perpus. Entah, kami gak tau masuknya dari mana. Kami hanya melihat segerombolan anak manusia, lalu mengikutinya. Di situ gue cuma berharap gak akan terjadi lagi hal gila yang pernah gue alami. Ceritanya, gue sama temen gue mau ke lapangan banteng untuk mengambil nilai olahraga. Bermodal peta jalur busway dan penjelasan temen gue yang sering pulang pergi naik transjakarta, gue dan temen gue nekat pergi. Ketika di dalam transjakarta, kami melihat ada seseorang memakai seragam olahraga yang sama, pasti dia mau menuju tempat yang sama dengan kami. Jadi? Ikutin dia! Pas nyampe di transit-an busway, gue nungguin temen gue yang satu lagi soalnya kita bertiga bareng ke lapangannya. Nah, gue manfaatin moment buat ngeliatin ke mana arah si anak cewek tadi pergi, setelah temen gue yang satu lagi nyampe, kita ikutin dia. Tak lama, gue jadi bingung kenapa dia cuma diam. Entah nunggu transjakarta dengan arah lapangan banteng, atau apa gue gak ngerti. Sampai suatu ketika temen gue dateng, dia tampak kenal dengan anak cewek itu. Selidik punya selidik, ternyata.. DIA JUGA MAU IKUTIN GUE SAMA TEMEN GUE! Dia juga gak tau naiknya ke arah mana.
That's shit, men.
Balik lagi ke perpus, awalnya gue berpikir gak mau ngulangin kesalahan yang sama. Tapi, coba aja deh daripada gak tau harus ke arah mana lagi.
So, trust them. Beruntung, tidak terjadi hal itu lagi. Mereka membawa kami ke tempat yang benar, walaupun mungkin mereka bingung kenapa kami mengikuti mereka, tapi bodo amatlah. Setelah itulah baru kami mengerjakan tugas lalu membuat kartu anggota. Beberapa lama kemudian, setelah registrasi dan foto selesai, kartu kami siap dipakai.
Sekali lagi, bermodal 'sok tau' kami menuju lantai atas. Yak, satu lagi nekat. Saat melihat peta letak perpus, tampaknya kami tertarik dengan lantai 4 yang terdapat beberapa hal tentang 'perfilman'. Langsung menuju
lift, hal absurd dimulai..
"Dek, mau ke lantai berapa?" tanya seorang bapak yang sepertinya adalah pengurus perpus.
"Ke lantai 4, pak," jawab teman gue ragu.
"Oh.. Mau bikin penelitian atau skripsi?" kekepoan bapak itu berlanjut.
Lalu ada hening yang panjang...
"Mau cari buku apa?" tanya si bapak itu memotong hening.
"Belum tau, masih mau cari2 aja," jawab temen gue.
"Oh, kalo gitu, mending ke lantai dua dulu cari data2 buku, baru ke lantai 4," si bapak menjelaskan.
"Oh gitu, makasih ya, pak," balas teman gue mengiyakan saran si bapak tadi.
Sesampainya di lantai dua, kami melihat deretan komputer berjejer. Kami menuju salah satu komputer lalu berpura-pura mencari buku dengan asal-asalan. Setelah gue merasa bodoh, kami langsung menuju lantai 4. Begitu nyampe di lantai 4, kami terlihat lebih aneh. Bolak-balik nyari ruangan, kami didatangi seorang ibu berkerudung rapih.
"Dek, mau ngapain?" tanya si ibu.
Lalu ada hening yang panjang...
"Mau.. Itu.. Eh.. Itu.." balas teman gue sangat ragu.
"Hayo, mau ke mana?"
Lalu ada hening yang panjang...
"Mau ke tempat perfilman," tangkas teman gue menggunting keheningan.
"Oh.. Itu di sana!" Si ibu menunjukkan tempatnya.
Tanpa pikir panjang kami langsung masuk tempat yang ditunjuk ibu tadi. Sempat gue berpikir, apa mungkin gue bilang 'Bu, kami cuma
refreshing aja, jadi jelaskan pada kami konsep perpustakaan ini'. Gak. Begitu masuk, kami mengisi absen, semacam apa ya gue gak tau.. Dengan tampang dungu, kami menghampiri satu komputer lalu menyalakannya, persis saat main di warnet. Tak berapa lama, seorang bapak dengan tubuh berisi dan berpakaian kemeja yang sedikit berantakan menghampiri kami.
"Dek, mau ngapain?" Lagi-lagi pertanyaan itu muncul.
Lalu ada hening yang panjang...
"Mau internetan ya?" tanya si bapak kembali.
"Iya," tangkas temen gue.
Setelah itu kami
browsing sama seperti bermain di warnet. Sungguh menyedihkan...
Karna kejadian-kejadian itu, kami memutuskan untuk langsung pulang, meninggalkan Perpustakaan Nasional yang kelam itu. Tak seperti yang gue harapkan, jejeran buku di pinggirannya dan meja belajar di tengahnya. Sangat berbeda dengan konsep aslinya.
Pesan moral: Jika anda belum pernah mengunjungi dan ingin ke Perpustkaan Nasional, hendaknya membawa orang yang paham tentang konsep tata letak perpus tersebut. Jika tidak, silahkan menerima resikonya.